Terinspirasi dari
refleksi mata kuliah FIlsafat Ilmu dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit,
MA. pada tanggal 14 Oktober 2014
Prinsip dunia
ada dua yakni identitas dan kontradiksi. Kalau identitas yang ada di tataran
rasio yang kontra diksi yang ada di tataran pengalaman. Apa yang kita kerjakan
itulah yang sesuai dengan aksiomanya. Didalam agama islam, al-Quran dan hadist
sudah menjadi aksioma atau dalil yang hanya menerapkan saja. Dirimu yang nanti
adalah transeden dari dirimu yang sekarang dirimu yang sekarang adalah
transeden dari dirimu yang nanti dengan kata lain transenden itu yang belum
terjadi. Transenden itu bisa dipikirkan dari prinsipnya. Ketika kita kacau
dalam berpikir maka tinggalkan dulu sesuatu yang dipikirkan itu lepaskan
sementara. Transenden bisa divisualisasikan, contohnya seperti pertunjukkan
wayang kulit yang salah satu diantaranya termuat dari visualisasi dari transeden.
Prinsip dan akisioma dianggap transenden. Prinsip dan aksioma adanya di atas
transenden atau adanya didalam gagasan dan pikiran (ide). Ontologi
mempermasalahkan hakekatnya, epistemilogi mempermasalahkan prosesnya,
mempermasalahkan di area etik dan estetika aksiologi.
Filsafat itu
olah pikir, olah pikir maka apriori ini adalah cara berpikir, analitik sintetik
itu juga cara berpikir, aposteori juga cara berpikir. Semua itu adalah tentang
cara berpikir. Dengan kata lain, mempelajari filsafat adalah mempelajari
bagaimana manusia berpikir. Pikiran yang kembar antara satu orang dengan orang
yang lain itu yang menggambarkan jika dunia itu isomorfik. Orang satu dengan
orang lain itu bisa isomorfis sehingga pikiran kita dengan pikiran orang lain
bisa sama. Muncullah istilah arsitektur atau membangun yang di dalamnya termuat
konsep isomorfis dan ini adalah teori Imanuel Kant. Setiap yang ada tampak akan
terlihat cenderung sangat komplek. Karena yang terlihat nampak itu hanya
sebatas inderamu. Semua yang terlihat darimu itu memiliki konsep yang ada dan
mungkin ada. Menjatuhkan sifat pada sesuatu yang lain itu adalah teori
aristoteles yakni menjatuhkan sifat yang setiap hari kita lakukan. Persoalan
dalam filsafat adalah bagaimana mampu menjelaskan pikiran kita kepada orang
lain. Berfilsafat itu sebenarnya menjelaskan, yang terpenting itu penjelasannya
sendiri itulah analitik.
Yang di dalam
pikiran bersifat analitik, sifat dari obyek-obyek dalam pikiran dia itu
bersifat identitas, terbebas dari ruang dan waktu. Sintetik itu sifatnya dari
benda-benda. Tidak adil membuat manusia mengerti hidupnya. Manusia itu makhluk
sempurna tapi tidak adil jadi dia hidup tidak sempurna di dalam kesempurnaan.
Sintetik itu hubungan antara benda-benda atau kejadian konkret. Atau hubungan
antara pengalaman, maka tidak ada pengalaman satu sama dengan pengalaman yang
lain atau sintetik itu hubungan antara predikat dan subyek dimana predikat
termuat dalam subyek. Jadi sintetik itu bersifat kontradiksi. Realisme dan
idealisme itu berpadu dalam hidup kalau salah satu dihilangkan maka kita tidak
bisa hidup. Kalau realisme itu adalah prakteknya, konkret, pengalaman,
sedangkan idealisme adalah cita-citanya. Imanuel Kant mengatakan jika idealisme
saja tanpa realisme itu akan terancam kosong, jika realisme saja tanpa idealisme
itu akan terancam buta. Di dalam diri kita harus ada komunikasi antara idealisme
dan realisme. Intuisi itu berasal dari fakta disamping fakta intuisi juga merupakan
kodrat dan sunnatullah. Kejadian dari intuisi sebagian bisa direncanakan dan
tidak direncanakan dan intuisi pun meliputi yang ada dan mungkin ada. Intuisi
yang paling pokok adalah intuisi ruang dan waktu maka intuisi yang paling ideal
berarti intuisi yang waktu ideal dan ruang ideal. Waktu ideal itu urusan dunia
dan akhirat yaitu kuasa Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar